Mungkin saat ini Anda sedang dihadapkan oleh sesuatu yang membuat Anda kurang sreg menjalaninya.
Mungkin soal pekerjaan.
Mungkin studi.
Atau mungkin keluarga.
Kisah semua orang
Akan ada suatu titik dimana Anda akan mendengar suara di dalam kepala:
“Aku tidak bisa terus begini”
Ada titik dimana kamu merasa butuh perubahan, bukan demi orang lain.
Tapi demi diri sendiri.
Dan akhirnya, kamu mulai mencari sesuatu yang kamu suka, hobimu, atau yang selama ini sering digembar-gemborkan orang-orang sebagai “passion”.
Kamu juga melirik Idola atau influencer yang jadi panutanmu.
Dan berpikir, “mungkin apa yang mereka lakukan adalah passion-ku juga”
Lalu kamu mulai mencari tau bagaimana kiat menjadi sosok seperti Idola-mu itu.
Mengikuti apa yang dia gunakan, bertanya, meriset di internet dengan keyword yang diawali dengan “how to become….”
Sekian lama mencoba, hasil yang kamu harapkan tak kunjung datang.
Tak ada hasil, tapi malah keraguan datang.
Apesnya “keraguan” datang tidak sendiri.
Dia bawa teman pula, namanya “kemalasan”.
Kamu mencoba mencari motivasi lewat quote di Internet, motivator, atau rekaman-rekaman di video “How to become success..” lainnya.
Ketika tiba waktunya kamu harus mengerjakan sesuatu yang seharusnya kamu lakukan, kamu mulai berpikir :
“Oh mungkin aku terlalu stress. Aku terlalu keras bekerja. Rileks dulu sekali boleh deh ya”.
Kamu akhirnya memutuskan untuk absen, sekali saja.
Namun keesokan harinya, kamu kembali memulai seperti biasa, mengerjakan apa yang harus kamu lakukan. Semua berjalan normal.
Hingga tiba saatnya datang, kamu lakukan sebuah penundaan kecil. Disertai dengan rasionalisasi penundaan tersebut di kepala-mu.
“Jangan terlalu keras dengan diri sendiri”, kata suara di kepala Anda.
Anda akhirnya memutuskan untuk kembali menunda, untuk kedua kalinya.
Setelah penundaan, kok mulainya terasa lebih berat ya?
Akhirnya. “Oke deh, libur dulu seminggu ya. Aku butuh refreshing”
Kamu masih terkurung oleh penundaan, sampai akhirnya pikiran jahannam itu keluar :
“Sepertinya aku ga cocok deh jadi seperti itu”.
Dhuar!
1 Action adalah 1 Vote
Itu semua mungkin pernah terjadi pada Anda, Saya, atau siapapun.
- Apa kabar side-project yang terbengkalai?
- Apa kabar rencana usaha sampingan?
- Apa kabar proyek idealis sebagai musisi/seniman?
Kita lahir di dunia ini tanpa sebuah kepercayaan atau pola pikir tertentu.
Identitas kita saat ini dipengaruhi apa yang kita lakukan berulang-ulang sejak lahir.
Kalau Anda rutin sholat di Masjid atau beribadah di tempat ibadah sesuai agama Anda, Anda akan lebih mudah mempercayai diri sebagai ‘orang yang religius’.
Saat anda secara rutin merapikan tempat tidur Anda, Anda lebih mudah meyakini bahwa diri Anda adalah ‘orang yang rapi’.
Ketika Anda sering membuat tertawa teman-teman, tentunya Anda bisa mempercayai bahwa Anda adalah ‘seorang yang humoris’.
Namun, ketika Anda baru belajar satu kunci chord gitar, dan melakukan self-claiming bahwa Anda adalah seorang musisi. Apakah Anda atau orang lain akan langsung percaya ?
Saya rasa jelas itu lebih sulit.
James Clear dalam bukunya Atomic Habit mengatakan bahwa, :
Setiap satu action, yang anda lakukan adalah mirip sebuah “vote”. Dimana, anda sedang memilih ingin menjadi orang seperti apa ke depannya.
Semisal, Anda memutuskan untuk jadi pelukis.
Saat anda mempelajari perbedaan warna yang dihasilkan cat air dan cat minyak, itu dihitung satu vote bahwa ‘Anda adalah pelukis’.
Begitupula saat Anda berlatih, satu vote. Latihan lagi, satu vote lagi.
Lalu Anda merasa bosan, atau apapun alasannya, dan melakukan penundaan dengan kegiatan yang tidak berhubungan dengan menjadi pelukis, maka artinya itu dihitung satu vote bahwa “Anda bukan pelukis”.
Hingga pada akhirnya di suatu titik waktu akan terlihat mana vote yang lebih banyak.
Saat vote sebagai ‘Anda adalah pelukis’ lebih banyak, artinya Anda sudah punya cukup bukti bahwa Anda adalah seorang pelukis.
Paling tidak itu sudah cukup bisa membuat percaya diri Anda sendiri, bahwa Anda ini pelukis. Dan lukisan-lukisan yang Anda buat selama ini adalah buktinya
Sebaliknya, jika vote ‘Anda bukan pelukis’ lebih banyak, maka akan keluar kalimat semacam : “saya tidak cocok melakukan ini”, “ini bukan takdir saya”, atau apapun bentuk kata lainnya.
Baca Juga : Kenapa Saya Memulai Blog Ini
Tolong jangan salah paham.
Jika vote “Anda adalah pelukis” lebih banyak, tidak serta merta membuat Anda sebagai maestro lukis.
Itu masih sangat jauh.
Perbandingan antara maestro dan pelukis biasa bisa jadi karena banyak hal. Termasuk ‘bukti’ yang dimiliki.
Identitas baru butuh bukti baru
Bagi yang belum memiliki tujuan, silakan ambil waktu Anda untuk menentukan.
Ketika sudah punya tujuan, lakukan sebuah kemenangan kecil sebagai bukti untuk membentuk identitas tertentu.
Contoh:
- Tiap paragraf yang Anda tulis, adalah bukti Anda seorang penulis
- Tiap lagu atau melodi yang bisa Anda mainkan, adalah bukti Anda musisi
- Tiap analisa yang Anda buat akan sesuatu, adalah bukti bahwa Anda analis
Sebelum meyakinkan orang lain, yakinkan diri Anda sendiri. Jadikan kemenangan kecil itu sebagai bukti sederhana untuk diri sendiri bahwa itu adalah identitas Anda.
Tanyakan pada diri sendiri, untuk menjadi “identitas yang anda inginkan” apa hal kecil yang bisa Anda lakukan?
Lakukan terus menerus, tambahkan terus bukti bahwa memang itulah identitas Anda.
Artikel ini sangat terpengaruh oleh buku Atomic Habits karangan James Clear. Dan saya tidak memungkiri jika ada banyak kemiripan disana. Sebaliknya, ini adalah cara saya belajar untuk menuliskan ulang apa yang saya baca dan saya pahami.
Terimakasih 🙏🏻